Rabu, 01 Juli 2015

Sediaan Injeksi

A.    Definisi Injeksi
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa larutan atau suspensi yang dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan dalam bentuk injeksi hypodermis dengan pembawa atau zat pensuspensi yang cocok.
Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi, emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi dibuat dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut dan disiapkan dalam wadah tyakaran tunggal atau ganda (FI III, FI IV).
Sediaan injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat yang cepat, bila penderita tidak dapat diajak kerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif bila diberikan dengan cara lain (Ansel, 1989)
Injeksi Intravena Harus Steril karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efesien yakni membran kulit dan mukosa, maka sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis dan harus mempunyai kemurnian yang tinggi.
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi  5  jenis yang berbeda :
1.        Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama,   Injeksi................
       Dalam FI.ed.III disebut  berupa Larutan. Misalnya :     
       Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection                         
       Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
       Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
2.        Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,  ...................Steril
       Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat  steril
3.        Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama ,    ............ Steril untuk Suspensi.
       Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi  yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk  suspensi.
4.        Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama Suspensi.......... Steril.
              Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
             Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5.        Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
                     Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

B.     Rute-Rute Pemberian Injeksi
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam
beberapa jenis, yaitu :
a.       Parenteral volume kecil
1)      Injeksi intraderma atau intrakutan
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1 - 0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Digunakan untuk skin test (karena beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk ke dalam tubuh secara cepat) atau Tuberculin Test. Intra dermal memiliki sirkulasi darah yang minimal dan obat akan diabsorbsi secara perlahan (sangat lambat). Menggunakan jarum ukuran kecil (¼-½ inci) atau jarum khusus Tuberculin Test.
Untuk diagnosa atau test penyakit tertentu, seperti diphtheria (shick test), tuberculosis (Old Tuberculin, Derivat Protein Tuberculin Murni).
2)      Injeksi subkutan atau hipoderma
Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. Obat-obat vasokontriksi seperti adrenalin dapat ditambahkan untuk efek lokal, seperti anestesi lokal. Contoh obat yang diberikan secara SC adalah Insulin, Tetanus Toxoid (TT), Epinephrine, obat-obat alergi dan heparin (dapat diabsorbsi dengan baik melalui SC dan IM).
3)      Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau panggul. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. Rute ini juga digunakan jika obat mengiritasi atau tidak larut dalam air atau minyak sehingga obat tersebut harus digunakan dalam bentuk suspensi. Volume injeksi harus tetap kecil, umumnya tidak lebih dari 2 ml.
4)      Injeksi intravena
Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml, disebut infus yang digunakan untuk mengganti cairan darah yang hilang akibat shok, luka, operasi pembedahan, atau cairan tubuh hilang oleh diarrhoeia, seperti pada kolera. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen. Larutan berair, tetapi kadang-kadang emulsi minyak dalam air, (seperti Phytomenadion Injection, BP.
5)      Rute injeksi lain
·         Intraarterial
Injeksi intraarterial disuntikkan langsung ke dalam arteri dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer, digunakan jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida.
Rute intra-arterial digunakan umumnya untuk tujuan diagnosis seperti menginjeksikan bahan-bahan radiopak untuk studi roentgenografik dari cadangan vaskuler pada berbagai organ atau jaringan (seperti koroner, serebral, pulmonari, renal, enterik, atau arteri perifer). Hampir semua arteri dicapai dengan kateterisasi arterial.
Penggunaan rute intra-arterial untuk tujuan pengobatan adalah jarang dan terbatas pada umumnya untuk kemoterapi organ tertentu, seperti mengobati kanker lokal tertentu (seperti melanoma malignant pada ekstremitis bawah), dimana perfusi regional dengan konsentrasi tinggi dari obat toksis (yang bila diberikan secara i.v dapat dihubungkan dengan reaksi sistemik serius) yang dapat tercapai. Digunakan ketika aksi segera diinginkan pada daerah perifer.
·         Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, Dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan untuk keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida. digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
Secara langsung ke dalam jantung, merupakan suatu rute yang mana digunakan untuk menginjeksi ke dalam aliran darah volume besar dari larutan hipertonik atau larutan teriritasi seperti dekstrosa 70%. Proses ini membutuhkan bantuan kateter. Kateterisasi meliputi proses pembedahan dan secara umum hanya dilakukan dalam unit-unit tertentu dari rumah sakit yang lebih besar.
·         Intraserebral
Diinjeksikan ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
·         Intraspinal
Diinjeksikan ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Digunakan untuk menginduksi spinal atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid, biasanya volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik untuk wadah dosis tunggal. Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
·      Intraperitoneal dan intrapleural
Intraperitoneal merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang dipakai.
Intrapleural Biasanya diinjeksikan tunggal ke dalam lubang pleura. Seringkali, pipa tidak permanent dimasukkan ke dada melalui pembedahan, rute ini dapat digunakan untuk tujuan irigasi atau untuk injeksi obat berulang.
Seringkali, infeksi atau keganasan meliputi lubang pleura, umumnya bila proses penyakit adalah kerusakan fungsi pernafasan, maka digunakan rute ini. Enzim (seperti streptokinase dan streptodornase) dapat diinjeksikan pada empyemas cair tebal yang todak dapat dihilangkan oleh absorpsi atau repsorpsi secara alamiah. Bila bagian kiri tidak terobati, empyemas dapat menyebabkan fibrasis, adhesi, penebalan pleura dan restriksi pernafasan. Juga penyebaran karsinoma atau mesothelomas pleura dapat diobati dengan injeksi intrapleural lokal dan bahan-bahan antitumor atau sclerosis, terutama bila infus berulang menjadi masalah.
·         Injeksi intraartikulus
Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material seperti obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang teriritasi. Injeksi berupa larutan atau suspensi dalam air.
·           Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir bawah mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
·           Injeksi intrasisternal dan peridual
Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan lapisan dura dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan peralatan yang rumit
·           Injeksi intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia (Depkes RI, 1979).

b.      Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
1.        Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak  digunakan  IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
2.        Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
                                                                          (DOM Martin : 970)

C.    Keuntungan Dan Kerugian Injeksi
Pemberian melalui injeksi mempunyai beberapa keuntungan maupun kerugian dibandingkan dengan melalui cara lain.
v  Keuntungan pemberian secara injeksi, yakni:
·         Obat-obat yang rusak atau diinaktifkan oleh sistem saluran cerna atau tidak diabsorpsi dengan baik untuk memberikan respon memuaskan, dapat diberikan secara parenteral
·         Sering digunakan apabila dibutuhkan absorpsi yang segera, seperti pada keadaan darurat
·         Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai dengan segera
·         Untuk obat2 yang tidak efektif jika diberikan secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, ex. Insulin, hormon
·         Dapat memberikan efek lokal
·         Kadar obat dalam darah yang dihasilkan jauh lebih bisa diramalkan (kadar obat lebih besar dari pemberian oral)
·         Memungkinkan pemberian dosis yang lebih kecil
·         Dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit
·         Pemberian secara parenteral berguna dalam pengobatan pada pasien yang tidak mau bekerjasama, kehilangan kesadaran atau sebaliknya tidak dapat menerima obat secara oral.
·         Pemenuhan nutrisi melalui rute parenteral bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut

v  Adapun kerugian pemberian secara parenteral, yakni:
·         Apabila obat sudah disuntikkan, maka obat tersebut tidak dapat ditarik lagi. Ini berarti, pemusnahan untuk obat yang mempunyai efek tidak baik atau toksik maupun kelebihan dosis karena ketidakhati-hatian akan sukar dilakukan
·         Tuntutan sterilitas untuk sediaan parenteral sangat ketat
·         Harga sediaannya relatif mahal
·         Memerlukan petugas terlatih yang berwenang untuk melakukan pengobatan
·         Adanya resiko toksisitas jaringan dan akan terasa sakit saat penyuntikan serta sulit untuk memulihkan keadaan bila terjadi kesalahan
·         Pemberian parenteral membutuhkan ketelitian untuk pengerjaan secara aseptik, dan rasa sakit tidak dapat dihindari (tidak nyaman)     (Groves, 1988 ; Turco & King, 1979)

D.    Komposisi Injeksi
1.      Bahan aktif
2.      Bahan tambahan
a.       Antioksidan
Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :
§  Asam askorbat
§  Sistein
§  Monotiogliseril
§  Tokoferol
b.      Bahan antimikroba atau pengawet
§  Benzalkonium klorida
§  Benzil alkohol
§  Klorobutanol
§  Metakreosol
§  Timerosol
§  Butil p-hidroksibenzoat
§  Metil p-hidroksibenzoat
§  Propil p-hidroksibenzoat
§  Fenol
c.       Buffer
§  Asetat
§  Sitrat
§  Fosfat
d.      Bahan pengkhelat
Garam etilendiamintetraasetat (EDTA)
e.       Gas inert
§  Nitrogen
§  Argon
f.       Bahan penambah kelarutan (Kosolven)
§  Etil alkohol
§  Gliserin
§  Polietilen glikol
§  Propilen glikol
§  Lecithin
g.      Surfaktan
§  Polioksietilen
§  Sorbitan monooleat
h.      Bahan pengisotonis
§  Dekstrosa
§  NaCl
i.        Bahan pelindung
§  Dekstrosa
§  Laktosa
§  Maltosa
§  Albumin serum manusia
j.        Bahan penyerbuk
§  Laktosa
§  Manitol
§  Sorbitol
§  Gliserin
3.      Pembawa
a.       Pembawa air
Menggunakan air untuk injeksi. Air yang digunakan untuk injeksi harus memenuhi syarat kimia dan fisika yaitu :
·         Bebas mikroba
·         Bebas pirogen
·         pH =5,0 - 7,0
·         Jernih
·         Tidak berwarna
·         Tidak berbau
·         Bebas partikel
b.      Pembawa nonair dan campuran
o   Minyak nabati
§  Minyak jagung
§  Minyak biji kapas
§  Minyak kacang
§  Minyak wijen
o   Pelarut bercampur air
§  Gliserin
§  Etil alkohol
§  Propilen glikol
§  Polietilenglikol 300

E.     Syarat-Syarat Injeksi
1)      Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa dosis medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup, kebebasan dari mikoorganisme hidup dijamin pada awalnya dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi yang sah, kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk yang meyakinkan penyimpanan dari sifat ini. Istilah steril adalah mutlak dan seharusnya tidak pernah digunakan atau betul-betul dipertimbangkan dalam suatu cara relatif baik sebagian atau hampir steril juga diharapkan dalam penanganan berikutnya dari produk selama pemberian, teknik aseptik dan manipulator akan menjamin pengeluaran berlanjut dari mikroorganisme hidup. Teknik aseptik yang tepat untuk penyiapan dan pemberian bentuk sediaan steril akan didiskusikan selanjutnya.
2)      Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut, yang tanpa sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan partikulat dalam sediaan larutan parenteral diperhatikan karena konsep rute pemberiannya. Walaupun rute parenteral dapat menyiapkan lama penyimpanan, penampilan, kebutuhan, dan metode efektif dari pemberian, namun dipercaya bahwa bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja dapat berbahaya. Komposisi dari bahan partikulat yang tidak diinginkan bervariasi. Dalam beberapa hal, komposisi ini dari berbagai sumber, mengingat yang lain memiliki sumber khusus tersendiri. Bahan asing yang ditemukan dalam sediaan parenteral meliputi selulosa, serat kapas, gelas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia tidak larut, karet diatomae, ketombe dan sebagainya.
Pengaruh Secara Biologis
Kejernihan, atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan sebagai persyaratan untuk produk parenteral. Bagaimanapun, awalnya ini adalah alasan fisiologis misalnya pengaruh larutan terhadap bahan yang tampak terhadap pasien yang menerimanya dalam injeksi akan merupakan gambaran kesimpulan produk yang beredar di pasaran, dengan adanya bahan yang mengapung. Saat gelas ampul mulai terkenal sebagai wadah pengemasan, hal ini dapat dicatat bahwa kemungkinan partikel gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul dibuka.
Sumber partikel
Bahan partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan sumber :
1.      Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya.
2.      Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti lingkungan, peralatan dan personil.
3.      Komponen kemasan dan kandungannya.
4.      Alat dan peralatan yang digunakan saat pemberian produk.
5.      Manipulasi yang melibatkan peralatan produk untuk pemberian sama baiknya dengan lingkungan saat produk tersebut dibuat.
3)      Bebas dari Pirogen
Sekarang dalam praktek pemberian obat secara parenteral, reaksi piretik sering diamati. Reaksi-reaksi ini antara lain malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu tubuh (demam). Istilah seperti "sait fever", "protein fever", "serum fever", dan "salvarsan fever", umum digunakan untuk mengartikan reaksi ini.
Definisi
Pirogen didefinisikan sebagai produk metabolit yang berasal dari mikroorganisme hidup, atau mikroorganisme mati yang dapat menyebabkan respon demam setelah penyuntikan. Pirogen diproduksi oleh mikroorganisme gram-negatif yang sangat poten. Ekstrak pirogen kering muncul menjadi stabil sepanjang waktu, bahkan larutan yang terpirogenik kehilangan beberapa aktivitasnya sampai beberapa tahun.
4)      Kestabilan
Dalam perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian utama ditujukan pada kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung menjadi kurang stabil daripada obat dalam bentuk kering. Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi dibutuhkan atau berupa faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati. Pemilihan bahan tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara fisika dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada kenampakan secara fisika dari produk saat penyimpanan. Pembentukan endapan atau warnanya biasanya mengindikasikan ketidakstabilan. Penguraian obat tidak begitu nyata ditunjukkan oleh perubahan secara visual, sutau larutan subpoten dapat tetap jernih dan tidak berwarna.
5)      Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah (SDF : 164)
Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik dapat diberikan dengan sukses. Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi parenteral. Untuk meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara perlahan dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.

F.     Uji Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot : Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu, harus memenuhi syarat keseragaman bobot berikut : Hilangkan etiket 10 wadah, cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan. Timbang satu persatu, dalam keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95%)P, keringkan pada suhu 105 0C hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu persatu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.

Bobot yang tertera pada etiket
Batas penyimpanan (%)
Tidak lebih dari 120 mg
+10
Antara 120 mg dan 300 mg
+ 7,5
300 mg atau lebih
+ 5
                                                                                          (FI III : 19)
G.    Uji Keseragaman Volume
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini.
Volume pada etiket
Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan encer
Cairan kental
0,5 ml
0,10 ml
0,12 ml
1,0 ml
0,10 ml
0,15 ml
2,0 ml
0,15 ml
0,25 ml
5,0 ml
0,30 ml
0,50 ml
10,0 ml
0,50 ml
0,70 ml
20,0 ml
0,60 ml
0,90 ml
30,0 ml
0,80 ml
1,20 ml
50,0 ml atau lebih
2%
3%
                                                                                                   (FI III : 19)
H.    Wadah Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1.    Ampul
 
Definisi
Ampul adalah wadah gelas yang disegel rapat sebagai wadah dosis tunggal yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau suspensi halus, dimaksudkan untuk penggunaan parenteral. Biasanya kecil, dari 1 sampai 50 ml, tetapi mungkin mempunyai kapasitas sampai 100 ml.
Ampul merupakan kemasan obat tunggal yang berbentuk cair. Dengan volume obat 1 – 10 ml atau lebih. Terbuat dari kaca, berbentuk botol kecil dan berleher.  Warna garis pada leher menunjukkan tempat tersebut mudah dipotong untuk membuka kemasan ampul tersebut. 
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464)
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara dalam keadaan:
1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal
2. Tidak perlu isotonis
3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol   70 %
4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi
·         Cara Pengisian Ampul
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel (Scoville's : 206).
·         Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup (Lachman : 671).
Ampul dapat disegel secara manual melalui penggunaan api. Sumbu dibawah ujungnya dan tarik ujungnya melalui sentuhan dengan tangkai gelas. Gelas yang kuat dihasilkan dengan peleburan disekitar butiran dan segel dari ampul. Untuk menghasilkan segel pada ampul dapat digunakan konfeyor untuk menyegelnya, dimana ini diletakkan di tengah dan diputar dalam api penyegelan sampai ujung gelas melebur dan membentuk seperti manik penyegelan (Parrot;287).
·         Uji Kebocoran Ampul
Prosedur yang umum, ampul dicelupkan/ dibenamkan dalam larutan berwarna seperti larutan metilen biru (0,5-1%) dan kemudian dipindahkan ke chamber. Jika wadah tidak tertutup rapat, maka zat warna akan ditarik/ masuk ke dalam wadah. Setelah pencucian pada bagian luar wadah, maka zat pencelup akan terlihat.
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
1) Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
·         Ampul : disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .
·         Vial : setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
2) Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi  berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya akan terisap keluar.
2.    Vial
  

·         Definisi
Vial adalah wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan tutup karet atau plastik penutup yang kecil dengan diafragma pada bagian tengahnya, yang dirancang untuk penarikan dosis berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal.
Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca atau plastik dengan tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi tutup karet.  Vial berisi obat yang berbentuk cair atau obat kering. Jika obat tidak stabil dalam kondisi cair maka akan dikemas dalam bentuk kering seperti dalam bentuk serbuk kering. Label pada vial biasanya menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis pemberian obat. Berbeda dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga diperlukan menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan.
·         Keuntungan Vial
ü  Memberikan variasi dalam dosis
ü  Dilengkapi dengan wadah penutup karet dan plastik untuk memungkinkan pemasukan jarum suntik tanpa membuka dan menutup tutup
ü  Mengurangi unit biaya perdosis

·         Kerugian Vial
ü  Memerlukan pengawet
ü  Meningkatkan kontaminasi dari wadah karena digunakan berulang
ü  Penyegel karet dapat mengakibatkan masalah seperti incomp dengan pengawet

·         Penyegelan Vial
Tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup rapat untuk menghasilkan penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit untuk menempatkannya dalam wadah. Tutup bisa disisipkan dengan tangan dengan menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih cepat meliputi pengambilan tutup dan menyisipkan ke dalam vial dengan suatu alat yang dihubungkan pada sebuah pipa vakum
Bila tutup disisipkan dengan mesin, permukaan tutup biasanya disalut dengan silikon untuk mengurangi penggesekan. Hal ini memungkinkan penutup tersebut meluncur dari suatu drum berputar atau drum bervibrasi berdasarkan tempat mengalir yang diletakkan di atas wadah, siap untuk pemasukan oleh suatu alat penekan.




BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Dalam pembuatan injeksi, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah.
Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis, isohidri, steril dan bebas pirogen. Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang memenuhi syarat dan juga untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat. Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama atau paling tidak mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 – 7,4. Hal ini dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah). Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan.
B.     SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami Sediaan Injeksi. Dan semoga makalah bermanfaat bagi pembaca.  Akan tetapi makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami berikutnya yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI:  Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.
Parrot, L.E. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Burgess Publishing Co: USA.
Jenkins, G.L. 1969. Scoville's:The Art of Compounding. Burgess Publishing Co: USA.
Gennaro, A.R. 1998. Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition. Marck Publishing Co: Easton.
Lachman, L, et all. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition, Lea and Febiger: Philadelphia.
Turco, S.,dkk. 1970. Sterile Dosage Forms. Lea and Febiger: Philadelphia.
Groves,M.J..  Parenteral Technology Manual, Second Edition. Interpharm Press.





0 komentar:

Posting Komentar