A.
Definisi Injeksi
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat
berupa larutan atau suspensi yang dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk
diberikan dalam bentuk injeksi hypodermis dengan pembawa atau zat pensuspensi
yang cocok.
Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa
larutan, suspensi, emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi dibuat dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut dan disiapkan dalam
wadah tyakaran tunggal atau ganda (FI III, FI IV).
Sediaan injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat
yang cepat, bila penderita tidak dapat diajak kerja sama dengan baik, tidak
sadar, tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif bila
diberikan dengan cara lain (Ansel, 1989)
Injeksi
Intravena Harus Steril karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang
paling efesien yakni membran kulit dan mukosa, maka sediaan tersebut harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis dan harus mempunyai
kemurnian yang tinggi.
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan
menjadi 5 jenis yang berbeda :
1.
Sediaan
berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan
untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................
Dalam
FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro
injection
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea
neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit
atau propilenglikol dan air
2.
Sediaan
padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan
nama , ...................Steril
Dalam
FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa
yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan
injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
3.
Sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk
Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan
ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi
yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril
untuk suspensi.
4.
Sediaan berupa
suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama Suspensi..........
Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah
disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya :
Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5.
Sediaan
berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan
lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya
merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya
: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
B.
Rute-Rute Pemberian Injeksi
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat
digolongkan dalam
beberapa
jenis, yaitu :
a. Parenteral
volume kecil
1) Injeksi
intraderma atau intrakutan
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata
"intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti
sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai
derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya
penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang
dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk
aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan
sensitivitas terhadap mikroorganisme. Injeksi intrakutan
dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya
berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1 -
0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Digunakan untuk skin test
(karena beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk ke
dalam tubuh secara cepat) atau Tuberculin Test. Intra dermal memiliki
sirkulasi darah yang minimal dan obat akan diabsorbsi secara perlahan (sangat
lambat). Menggunakan jarum ukuran kecil (¼-½ inci) atau jarum khusus Tuberculin
Test.
Untuk diagnosa atau test penyakit tertentu,
seperti diphtheria (shick test), tuberculosis (Old Tuberculin, Derivat Protein
Tuberculin Murni).
2) Injeksi
subkutan atau hipoderma
Injeksi
subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan kulit. Jumlah
larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus sedapat mungkin
isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan
mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
Subkutan
(SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai
perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan
dengan IV atau IM. Obat-obat vasokontriksi seperti
adrenalin dapat ditambahkan untuk efek lokal, seperti anestesi lokal. Contoh
obat yang diberikan secara SC adalah Insulin, Tetanus Toxoid (TT), Epinephrine,
obat-obat alergi dan heparin (dapat diabsorbsi dengan baik melalui SC dan IM).
3) Injeksi
intramuskular
Injeksi
intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau panggul.
Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume
tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan perlahan-lahan
untuk mencegah rasa sakit. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi
onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada
rute subkutan. Rute ini juga digunakan
jika obat mengiritasi atau tidak larut dalam air atau minyak sehingga obat
tersebut harus digunakan dalam bentuk suspensi. Volume injeksi harus tetap
kecil, umumnya tidak lebih dari 2 ml.
4) Injeksi
intravena
Injeksi
intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan isotoni
atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus bebas dari
endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan
kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar, umumnya lebih
dari 10 ml, disebut infus yang digunakan untuk mengganti cairan darah yang hilang akibat shok, luka, operasi
pembedahan, atau cairan tubuh hilang oleh diarrhoeia, seperti
pada kolera. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena
tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas
pirogen. Larutan berair,
tetapi kadang-kadang emulsi minyak dalam air, (seperti Phytomenadion Injection,
BP.
5) Rute
injeksi lain
·
Intraarterial
Injeksi intraarterial disuntikkan langsung ke dalam arteri
dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer, digunakan jika efek obat
diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non iritan
yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 ml. Tidak boleh mengandung
bakterisida.
Rute
intra-arterial digunakan umumnya untuk tujuan diagnosis seperti menginjeksikan
bahan-bahan radiopak untuk studi roentgenografik dari cadangan vaskuler pada
berbagai organ atau jaringan (seperti koroner, serebral, pulmonari, renal,
enterik, atau arteri perifer). Hampir semua arteri dicapai dengan kateterisasi
arterial.
Penggunaan
rute intra-arterial untuk tujuan pengobatan adalah jarang dan terbatas pada
umumnya untuk kemoterapi organ tertentu, seperti mengobati kanker lokal
tertentu (seperti melanoma malignant pada ekstremitis bawah), dimana perfusi
regional dengan konsentrasi tinggi dari obat toksis (yang bila diberikan secara
i.v dapat dihubungkan dengan reaksi sistemik serius) yang dapat tercapai. Digunakan ketika aksi segera diinginkan pada daerah
perifer.
·
Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, Dimasukkan
langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan untuk keadaan
gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida. digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan
darurat seperti gagal jantung.
Secara
langsung ke dalam jantung, merupakan suatu rute yang mana digunakan untuk
menginjeksi ke dalam aliran darah volume besar dari larutan hipertonik atau
larutan teriritasi seperti dekstrosa 70%. Proses ini membutuhkan bantuan
kateter. Kateterisasi meliputi proses pembedahan dan secara umum hanya
dilakukan dalam unit-unit tertentu dari rumah sakit yang lebih besar.
·
Intraserebral
Diinjeksikan ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal
sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
·
Intraspinal
Diinjeksikan ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi
dari obat dalam daerah lokal. Digunakan untuk menginduksi
spinal atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid,
biasanya volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan
diracik untuk wadah dosis tunggal. Injeksi ke dalam kanal spinal
menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan
penyakit neoplastik seperti leukemia.
·
Intraperitoneal dan intrapleural
Intraperitoneal
merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini
juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. Disuntikkan langsung ke
dalam rongga perut. Penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang
dipakai.
Intrapleural
Biasanya diinjeksikan tunggal ke dalam lubang pleura. Seringkali, pipa tidak
permanent dimasukkan ke dada melalui pembedahan, rute ini dapat digunakan untuk
tujuan irigasi atau untuk injeksi obat berulang.
Seringkali,
infeksi atau keganasan meliputi lubang pleura, umumnya bila proses penyakit
adalah kerusakan fungsi pernafasan, maka digunakan rute ini. Enzim (seperti
streptokinase dan streptodornase) dapat diinjeksikan pada empyemas cair tebal
yang todak dapat dihilangkan oleh absorpsi atau repsorpsi secara alamiah. Bila bagian kiri tidak terobati, empyemas dapat
menyebabkan fibrasis, adhesi, penebalan pleura dan restriksi pernafasan. Juga
penyebaran karsinoma atau mesothelomas pleura
dapat diobati dengan injeksi intrapleural lokal dan
bahan-bahan antitumor atau sclerosis, terutama bila infus berulang menjadi
masalah.
·
Injeksi intraartikulus
Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan
material seperti obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang
teriritasi. Injeksi berupa larutan atau suspensi dalam air.
·
Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi
selaput lendir bawah mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
·
Injeksi intrasisternal dan peridual
Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal
dan lapisan dura dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit
dengan peralatan yang rumit
·
Injeksi intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana
penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia (Depkes RI, 1979).
b. Parenteral
Volume Besar
Untuk
pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara
normal digunakan.
1.
Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan
yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan
IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan
relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah
dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung
untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi
darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan
kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem
sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2)
perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau
sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4)
pembatasan cairan berair.
2.
Subkutan
Penyuntikan
subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena
tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan
tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena,
absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang
digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih
terbatas zat tambahannya.
(DOM
Martin : 970)
C.
Keuntungan
Dan Kerugian Injeksi
Pemberian melalui injeksi mempunyai beberapa
keuntungan maupun kerugian dibandingkan dengan melalui cara lain.
v Keuntungan
pemberian secara injeksi, yakni:
·
Obat-obat yang rusak atau diinaktifkan
oleh sistem saluran cerna atau tidak diabsorpsi dengan baik untuk memberikan
respon memuaskan, dapat diberikan secara parenteral
·
Sering digunakan apabila dibutuhkan
absorpsi yang segera, seperti pada keadaan darurat
·
Respon
fisiologis yang cepat dapat dicapai dengan segera
·
Untuk
obat2 yang tidak efektif jika diberikan secara oral atau yang dapat dirusak
oleh saluran pencernaan, ex. Insulin, hormon
·
Dapat
memberikan efek lokal
·
Kadar obat dalam darah yang dihasilkan
jauh lebih bisa diramalkan (kadar obat lebih besar dari pemberian oral)
·
Memungkinkan pemberian dosis yang lebih
kecil
·
Dapat
memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit
·
Pemberian secara parenteral berguna
dalam pengobatan pada pasien yang tidak mau bekerjasama, kehilangan kesadaran
atau sebaliknya tidak dapat menerima obat secara oral.
·
Pemenuhan
nutrisi melalui rute parenteral bila makanan tidak dapat diberikan melalui
mulut
v Adapun
kerugian pemberian secara parenteral, yakni:
·
Apabila obat sudah disuntikkan, maka
obat tersebut tidak dapat ditarik lagi. Ini berarti, pemusnahan untuk obat yang
mempunyai efek tidak baik atau toksik maupun kelebihan dosis karena
ketidakhati-hatian akan sukar dilakukan
·
Tuntutan sterilitas untuk sediaan
parenteral sangat ketat
·
Harga sediaannya relatif mahal
·
Memerlukan petugas terlatih yang
berwenang untuk melakukan pengobatan
·
Adanya resiko toksisitas jaringan dan
akan terasa sakit saat penyuntikan serta sulit untuk memulihkan keadaan bila
terjadi kesalahan
·
Pemberian
parenteral membutuhkan ketelitian untuk pengerjaan secara aseptik, dan rasa
sakit tidak dapat dihindari (tidak nyaman) (Groves, 1988 ; Turco & King, 1979)
D.
Komposisi Injeksi
1. Bahan
aktif
2. Bahan
tambahan
a. Antioksidan
Garam-garam
sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling
umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :
§ Asam
askorbat
§ Sistein
§ Monotiogliseril
§ Tokoferol
b. Bahan
antimikroba atau pengawet
§ Benzalkonium
klorida
§ Benzil
alkohol
§ Klorobutanol
§ Metakreosol
§ Timerosol
§ Butil
p-hidroksibenzoat
§ Metil
p-hidroksibenzoat
§ Propil
p-hidroksibenzoat
§ Fenol
c. Buffer
§ Asetat
§ Sitrat
§ Fosfat
d. Bahan
pengkhelat
Garam
etilendiamintetraasetat (EDTA)
e. Gas
inert
§ Nitrogen
§ Argon
f. Bahan
penambah kelarutan (Kosolven)
§ Etil
alkohol
§ Gliserin
§ Polietilen
glikol
§ Propilen
glikol
§ Lecithin
g. Surfaktan
§ Polioksietilen
§ Sorbitan
monooleat
h. Bahan
pengisotonis
§ Dekstrosa
§ NaCl
i.
Bahan pelindung
§ Dekstrosa
§ Laktosa
§ Maltosa
§ Albumin
serum manusia
j.
Bahan penyerbuk
§ Laktosa
§ Manitol
§ Sorbitol
§ Gliserin
3. Pembawa
a. Pembawa
air
Menggunakan
air untuk injeksi. Air yang digunakan untuk injeksi harus memenuhi syarat kimia
dan fisika yaitu :
·
Bebas mikroba
·
Bebas pirogen
·
pH =5,0 - 7,0
·
Jernih
·
Tidak berwarna
·
Tidak berbau
·
Bebas partikel
b. Pembawa
nonair dan campuran
o
Minyak nabati
§ Minyak
jagung
§ Minyak
biji kapas
§ Minyak
kacang
§ Minyak
wijen
o
Pelarut bercampur air
§ Gliserin
§ Etil
alkohol
§ Propilen
glikol
§ Polietilenglikol
300
E.
Syarat-Syarat Injeksi
1)
Sterilitas
Semua bentuk
sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa dosis
medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus
steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup, kebebasan dari mikoorganisme
hidup dijamin pada awalnya dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi
yang sah, kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk yang meyakinkan
penyimpanan dari sifat ini. Istilah steril adalah mutlak dan seharusnya tidak
pernah digunakan atau betul-betul dipertimbangkan dalam suatu cara relatif baik
sebagian atau hampir steril juga diharapkan dalam penanganan berikutnya dari
produk selama pemberian, teknik aseptik dan manipulator akan menjamin
pengeluaran berlanjut dari mikroorganisme hidup. Teknik aseptik yang tepat
untuk penyiapan dan pemberian bentuk sediaan steril akan didiskusikan
selanjutnya.
2)
Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak,
tidak larut, yang tanpa sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan
partikulat dalam sediaan larutan parenteral diperhatikan karena konsep rute
pemberiannya. Walaupun rute parenteral dapat menyiapkan lama penyimpanan,
penampilan, kebutuhan, dan metode efektif dari pemberian, namun dipercaya bahwa
bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja dapat berbahaya. Komposisi dari
bahan partikulat yang tidak diinginkan bervariasi. Dalam beberapa hal,
komposisi ini dari berbagai sumber, mengingat yang lain memiliki sumber khusus
tersendiri. Bahan asing yang ditemukan dalam sediaan parenteral meliputi
selulosa, serat kapas, gelas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia tidak
larut, karet diatomae, ketombe dan sebagainya.
Pengaruh Secara Biologis
Kejernihan,
atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan sebagai
persyaratan untuk produk parenteral. Bagaimanapun, awalnya ini adalah alasan
fisiologis misalnya pengaruh larutan terhadap bahan yang tampak terhadap pasien
yang menerimanya dalam injeksi akan merupakan gambaran kesimpulan produk yang
beredar di pasaran, dengan adanya bahan yang mengapung. Saat gelas ampul mulai
terkenal sebagai wadah pengemasan, hal ini dapat dicatat bahwa kemungkinan
partikel gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul dibuka.
Sumber
partikel
Bahan
partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan sumber :
1. Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya.
2. Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti
lingkungan, peralatan dan personil.
3.
Komponen kemasan dan kandungannya.
4.
Alat dan peralatan yang digunakan saat
pemberian produk.
5.
Manipulasi yang melibatkan peralatan
produk untuk pemberian sama baiknya dengan lingkungan saat produk tersebut
dibuat.
3)
Bebas dari Pirogen
Sekarang dalam praktek pemberian obat
secara parenteral, reaksi piretik sering diamati. Reaksi-reaksi ini antara lain
malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu tubuh (demam). Istilah seperti
"sait fever", "protein fever", "serum fever", dan
"salvarsan fever", umum digunakan untuk mengartikan reaksi ini.
Definisi
Pirogen didefinisikan sebagai
produk metabolit yang berasal dari mikroorganisme hidup, atau mikroorganisme
mati yang dapat menyebabkan respon demam setelah penyuntikan. Pirogen
diproduksi oleh mikroorganisme gram-negatif yang sangat poten. Ekstrak pirogen
kering muncul menjadi stabil sepanjang waktu, bahkan larutan yang terpirogenik
kehilangan beberapa aktivitasnya sampai beberapa tahun.
4)
Kestabilan
Dalam
perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian utama ditujukan pada
kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung menjadi
kurang stabil daripada obat dalam bentuk kering. Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi
dibutuhkan atau berupa faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati.
Pemilihan bahan tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara
fisika dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada
kenampakan secara fisika dari produk saat penyimpanan. Pembentukan endapan atau
warnanya biasanya mengindikasikan ketidakstabilan. Penguraian obat tidak begitu
nyata ditunjukkan oleh perubahan secara visual, sutau larutan subpoten dapat
tetap jernih dan tidak berwarna.
5) Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah (SDF : 164)
Walaupun
diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma pada
pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik dapat diberikan dengan
sukses. Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada
hiperalimentasi parenteral. Untuk meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini
diberikan secara perlahan dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.
F.
Uji Keseragaman Bobot
Keseragaman
bobot : Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi
dilarutkan terlebih dahulu, harus memenuhi syarat keseragaman bobot berikut :
Hilangkan etiket 10 wadah, cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan.
Timbang satu persatu, dalam keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah, cuci wadah
dengan air kemudian dengan etanol (95%)P, keringkan pada suhu 105 0C
hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu persatu. Bobot isi wadah tidak
boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali
satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang
tertera pada etiket
|
Batas penyimpanan (%)
|
Tidak lebih dari 120 mg
|
+10
|
Antara 120 mg dan 300 mg
|
+ 7,5
|
300 mg atau lebih
|
+ 5
|
(FI
III : 19)
G.
Uji Keseragaman Volume
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, Volume isi netto
tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume
yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini.
Volume pada etiket
|
Volume tambahan yang dianjurkan
|
|
Cairan encer
|
Cairan kental
|
|
0,5 ml
|
0,10 ml
|
0,12 ml
|
1,0 ml
|
0,10 ml
|
0,15 ml
|
2,0 ml
|
0,15 ml
|
0,25 ml
|
5,0 ml
|
0,30 ml
|
0,50 ml
|
10,0 ml
|
0,50 ml
|
0,70 ml
|
20,0 ml
|
0,60 ml
|
0,90 ml
|
30,0 ml
|
0,80 ml
|
1,20 ml
|
50,0 ml atau lebih
|
2%
|
3%
|
(FI
III : 19)
H.
Wadah
Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis
tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan
adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah
dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial
serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup
dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army
dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup
dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar
mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti
NaCl isotonis.
Ampul adalah wadah gelas
yang disegel rapat sebagai wadah dosis tunggal yang dapat berisi bahan padat
atau larutan obat jernih atau suspensi halus, dimaksudkan untuk penggunaan
parenteral. Biasanya kecil, dari 1 sampai 50 ml, tetapi mungkin mempunyai kapasitas
sampai 100 ml.
Ampul merupakan kemasan obat tunggal
yang berbentuk cair. Dengan
volume obat 1 – 10 ml atau lebih. Terbuat dari kaca,
berbentuk botol kecil dan berleher. Warna garis pada leher
menunjukkan tempat tersebut mudah dipotong untuk membuka kemasan ampul
tersebut.
Ampul adalah wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan
bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga
25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali
injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi
untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.
Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk
pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464)
Hal-hal yang
perlu diperhatikan antara dalam keadaan:
1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal
2. Tidak perlu isotonis
3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70 %
4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi
·
Cara
Pengisian Ampul
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah
penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di
bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang
dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan
tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk
mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel
(Scoville's : 206).
·
Cara
Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari
leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup
dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan
gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan
leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik
ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang
meleleh tersebut ditutup (Lachman : 671).
Ampul dapat disegel secara manual melalui penggunaan api.
Sumbu dibawah ujungnya dan tarik ujungnya melalui sentuhan dengan tangkai
gelas. Gelas yang kuat dihasilkan dengan peleburan disekitar butiran dan segel
dari ampul. Untuk menghasilkan segel pada ampul dapat digunakan konfeyor untuk
menyegelnya, dimana ini diletakkan di tengah dan diputar dalam api penyegelan
sampai ujung gelas melebur dan membentuk seperti manik penyegelan
(Parrot;287).
·
Uji Kebocoran Ampul
Prosedur yang umum, ampul
dicelupkan/ dibenamkan dalam larutan berwarna seperti larutan metilen biru
(0,5-1%) dan kemudian dipindahkan ke chamber. Jika wadah tidak tertutup rapat,
maka zat warna akan ditarik/ masuk ke dalam wadah. Setelah pencucian pada
bagian luar wadah, maka zat pencelup akan terlihat.
Untuk
mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
1) Untuk
injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
·
Ampul : disterilkannya dalam posisi terbalik
dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong
/ habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .
·
Vial : setelah disterilkan , masih dalam keadaan
panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang
bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam
larutan injeksi tersebut.
2) Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau
secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam
eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya akan terisap keluar.
·
Definisi
Vial adalah wadah dosis
ganda yang kedap udara, disegel dengan tutup karet atau plastik penutup yang
kecil dengan diafragma pada bagian tengahnya, yang dirancang untuk penarikan
dosis berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian
bagian yang tertinggal.
Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca
atau plastik dengan tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi
tutup karet. Vial berisi obat yang
berbentuk cair atau obat kering. Jika obat tidak stabil dalam kondisi cair maka
akan dikemas dalam bentuk kering seperti dalam bentuk serbuk kering. Label pada
vial biasanya menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk
tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis pemberian obat. Berbeda
dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga diperlukan menyuntikkan
udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan.
·
Keuntungan Vial
ü Memberikan variasi dalam dosis
ü Dilengkapi dengan wadah penutup karet dan plastik
untuk memungkinkan pemasukan jarum suntik tanpa membuka dan menutup tutup
ü Mengurangi unit biaya perdosis
·
Kerugian Vial
ü Memerlukan pengawet
ü Meningkatkan kontaminasi dari wadah karena digunakan
berulang
ü Penyegel karet dapat mengakibatkan masalah seperti
incomp dengan pengawet
·
Penyegelan Vial
Tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup
rapat untuk menghasilkan penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit
untuk menempatkannya dalam wadah. Tutup bisa disisipkan dengan tangan dengan
menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih cepat meliputi pengambilan
tutup dan menyisipkan ke dalam vial dengan suatu alat yang dihubungkan pada sebuah
pipa vakum
Bila tutup disisipkan dengan mesin, permukaan tutup
biasanya disalut dengan silikon untuk mengurangi penggesekan. Hal ini
memungkinkan penutup tersebut meluncur dari suatu drum berputar atau drum
bervibrasi berdasarkan tempat mengalir yang diletakkan di atas wadah, siap
untuk pemasukan oleh suatu alat penekan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam
pembuatan injeksi, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk
sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan
isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan
melalui pembuluh darah.
Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis,
isohidri, steril dan bebas pirogen. Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari
masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang memenuhi syarat dan juga
untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat. Selain isotonis, sediaan juga
harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama atau paling tidak
mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 – 7,4. Hal ini dimaksudkan agar
sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan
throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah).
Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap
stabil pada penyimpanan.
B.
SARAN
Dengan adanya makalah
ini diharapkan para pembaca memahami Sediaan Injeksi. Dan semoga makalah bermanfaat
bagi pembaca. Akan tetapi makalah ini masih
jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan
guna pembuatan makalah kami berikutnya yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI: Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.
Parrot, L.E. 1971. Pharmaceutical
Technology Fundamental Pharmaceutics. Burgess Publishing Co: USA.
Jenkins, G.L. 1969. Scoville's:The
Art of Compounding. Burgess Publishing Co: USA.
Gennaro, A.R. 1998. Remington's
Pharmaceutical Science, 18th Edition. Marck Publishing Co:
Easton.
Lachman, L, et all. 1986. The
Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition, Lea and Febiger:
Philadelphia.
Turco, S.,dkk. 1970. Sterile
Dosage Forms. Lea and Febiger: Philadelphia.
Groves,M.J.. Parenteral Technology Manual, Second
Edition. Interpharm Press.
0 komentar:
Posting Komentar