Minggu, 25 Oktober 2015

Kakekku

PUISI
Karya : SALMIA
17 Februari 2015
Puisi ini kupersembahkan khususnya pada kakek ku yang telah pergi menghadap kepada-Nya


Kakekku...
Engkau pergi secara tiba-tiba
Tak terfikir olehku, Engkau akan pergi begitu cepat
Mengingat canda-tawa mu, Membuatku tersenyum seorang diri
Mengingat jasa-jasamu yang begitu besar pada semua cucu-cucumu

Kakekku...
Engkau menyanyangi kami bagaikan engkau menyanyangi dirimu sendiri
Engkau marah demi kebaikan para cucu-cucumu
Engkau terkadang bersedih jika engkau bahagia melihat cucumu bersenda gurau denganmu
Engkau bahagia melihat cucumu berpendidikan dan berilmu

Kakekku...
Maafkan aku jika aku pernah membuatmu marah dan bersedih
Maafkan aku jika aku belum sempat membalas jasamu
Maafkan aku jika aku tak sempat melihat wajah terakhirmu
Maafkan aku jika tindakanku tak sesuai dengan harapanmu

Kakekku...
Cucumu akan selalu mengenang dan mendoakanmu
Semoga engkau tenang dialam sana
Dan di terima disisi-Nya
AMIN


Jumat, 16 Oktober 2015

Awal Pertemuan Kami

AWAL PERTEMUAN KAMI
          Berawal dari pertemuan yang tak terduga kami mahasiswa KKNP sebanyak 34 orang berkumpul di sebuah masjid membahas tentang keadaan kami selama dua bulan di kec. Pattallassang. Beberapa jam menunggu akhirnya bapak pembimbing nongol juga beserta asistennya yang membawa baju KKNP. Beberapa orang dari kami mengusulkan pindah ke tempat lain dengan izin pembimbing. Kamipun dibagi dalam 3 posko yaitu posko I, II, dan III serta penentuan korcam beserta jajarannya dan juga kordes beserta jajarannya dan nasehat-nasehat oleh pembimbing yang katanya akan datang mengunjungi kami tanpa sepengetahuan kami. Kebetulan aku berada diposko II beserta temanku yaitu midun, setelah melihat kordes kami membagikan baju KKNP “owhhh very good inikah kordesku” gumamku dalam hati. Saat semua orang berkumpul di posko mereka masing-masing hanya posko kami yang berhamburan, mengapa tidak karena kordesnya urus diri sendiri hanya beberapa dari kami yang kumpul sambil bertukar no. Hp dan membahas keperluan ditempat KKNP.
Saat pemberangkatan kamipun berkumpul di LP2M untuk berangkat ke kec. Pattallassang dengan sebuah kendaraan beroda empat yaitu “Bus”. Suara mereka berebutan kursi sudah tak asing lagi terdengar ditelingaku “inilah mahasiswa” gumamku dalam hati. Bunyi bus telah terdengar menandakan saatnya untuk berangkat menuju kec. Pattalassang, tersentak kubergumam dalam hati “semoga aku betah dikampung orang”. Tak terasa 10 menit begitu cepatnya kami sampai ditujuan tepatnya di kantor kecamatan “Astaga disini kita KKNP jauhnya yah” ujar salah satu teman yang di bus sambil  tertawa terbahak-bahak tak henti-hentinya, sekilas kuikut tertawa bersama teman-teman lainnya.
Kamipun mulai turun dari mobil memasuki kantor kecamatan untuk menghadiri acara penyerahan mahasiswa KKNP atau dengan kata lain penerimaan dikantor kecamatan untuk mengabdi kepada masyarakat. Acarapun telah usai selanjutnya kami dibagi dalam 3 posko yaitu posko I di Pattallassang, Posko II di Borong pa’la’la, dan posko III di Pacellekang.
Kamipun kembali ke bus untuk diantar keposko masing-masing dan penjemputan oleh bapak kepala desa. posko pertama yang diantar adalah posko I, posko II, dan posko III yang terahir. Suara ribut dan canda tawa kamipun mulai terdengar karena arah bus menuju arah kekampus untuk mengantar teman posko I “mungkin posko I disamping kampus kali yah” sahut salah satu teman di bus. “bisa juga” jawab semua teman lainnya sambil tertawa terbahak-bahak. Tak terasa waktu bersama posko lainnnya di bus mulai berkurang karena mereka telah tiba di posko mereka. Selanjutnya bus kami menuju ke posko II, kembali arah bus kearah kampus, teman-teman semua pun mulai tertawa tiada henti membayangkan posko II bertempat di dalam kampus, dan posko III bertempat di perampatan “hahhhaahhhaaa hahahahaa ahaaahhhha” suara mereka tertawa terbahak-bahak. Ternyata dugaan kami salah. Bus pun mengambil arah dipertigaan menuju posko II yang saat itu jalannya sungguh cantik dan mulus hingga kami bergoyang kiri kanan diatas bus karena begitu cantiknya jalan menuju poskoku. Ditambah dengan barisan sapi beserta kerbau yang memonopoli jalan membuat kami tak sabar bagaimana suasana tempat posko kami. Tak lama setelah itu bus berhenti menandakan bahwa posko II telah tiba di poskonya, teman-teman posko II pun mulai turun dari bus sambil membawa koper atau bawaan mereka sambil mengucapkan good by posko III maaf kami tak mengantarmu, tempat posko III kami tak tahu “hanya kami posko III dan Tuhan yang tahu” ucap salah satu teman posko III sambil melambaikan tangan kepada posko II.
Kami pun mulai masuk kerumah pak desa sambil bersalaman dengan warga borpal dan tuan rumah tempat kami tinggal. Kami disediakan 2 kamar untuk 1 kamar cowok dan 1 kamar cewek, Tapi karena cewek dominan banyak akhirnya kamar diberikan kepada semua cewek. Posko II terdiri dari 11 mahasiswa KKNP dengan 9 cewek dan 2 cowok dengan berbagai jurusan yaitu 3 dari jurusan biologi yaitu fahria asal pinrang, yani asal bone dengan logat yang khas, dan unni asal pinrang. 2 dari jurusan PGMI yaitu ifah asal gowa dan ani asal polman yang keduanya telah menikah, 1 dari jurusan matematika yaitu uni asal jeneponto, dan juga 1 dari jurusan bahasa inggris yaitu ria asal pinrang dengan logat khasnya, beserta 1 dari jurusan bahasa arab yaitu ADI singkatan dari Ayah Dan Ibu katanya yang juga berasal dari bone yang khas dengan logatnya, dan 2 dari jurusan jurusan farmasi yaitu aku salmia asal mamuju dan kawanku midun asal polman, dan juga 1 dari jurusan perbandingan hukum yaitu zul asal gowa. Pertama sungguh susah hafal nama mereka dan jurusannya tapi lama-kelamaan sudah ingat walaupun nama dan jurusan mereka terbalik-balik “Maaf yah” ucapku saatku salah.

“Pertemuan yang tak terlupakan”

Kamis, 02 Juli 2015

terapi asma


TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI ASMA
·      Terapi non farmakologi
1.    Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.  Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) dan meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)
- Meningkatkan kepuasan
- Meningkatkan rasa percaya diri
- Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
- Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

2.    Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
Ø  Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.
Ø  Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
Ø  Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Ø  Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan seperti :
Ø  Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
Ø  Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik
Ø  Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat
Ø  Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

3.   Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4.   Pemberian oksigen
5.   Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6.   Kontrol secara teratur
7.   Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
v  Penghentian merokok
v  Menghindari kegemukan  
v  Kegiatan fisik misalnya senam asma
                        (DEPKES RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma)
·         Terapi Farmakologi
Ø  Simpatomimetik
                        Mekanisme Kerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
a.       Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
b.      Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
c.       Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma.

Keterangan :
a : potensi molar relatif 1 adalah yang paling kuat
b: semua obat ini mempunyai aktivitas β1 minor
c: dapat digunakan melalui aerosol
                        Indikasi :
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
Simpatomimetik adalah obat yang efeknya menyerupai sistem saraf simpatis. Salah satu kerja sistem saraf simpatis adalah mendilatasi bronkus dengan cara meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Itu merupakan efek yang diinginkan ketika memilih obat simpatomimetik sebagai bronkodilator. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
            Cara kerja obat  dan indikasi terapeutik
Sebagian besar simpatomimetik yang berfungsi sebagai bronkodilator adalah agonis adrenergik selektif-β2. Hal itu berarti bahwa kadar terapeutik kerja obat-obatan tersebut spesifik untuk reseptor β2 yang ditemukan dalam bronkus. Spesifikasi ini akan  menghilang pada kadar simpatis. Keseluruhan efek ini membatasi manfaat sistemik obat ini pada pasien tertentu. (Amy M. Karch. 2010 : 845- 846)
Simpatomimetik yang digunakan sebagai bronkodilator antara lain   berikut :
Ø  Albuterol (Proventil, Ventolin  dan obat lainnya) merupakan obat yang bekerja lama dan tersedia dalam bentuk inhalasi dan oral bagi pasien yang berusia lebih dari 2 tahun. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Bitolterol (Tornalate) merupakan obat yang bekerja lama dan tersedia dalam bentuk inhalasi, obat ini lebih disukai untuk profilaksis bronkospasme pada pasien yang berusia lebih dari 12 tahun. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan. (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Efedrin (generik) digunakan secara parenteral untuk mengatasi bronkospasme akut pada dewasa dan anak-anak, meskipun obat pilihannya adalah epinefrin. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Ø  Epinefrin (Primatene Mist, Sus-Phrine, EpiPen, dan lainnya) merupakan obat pilihan untuk orang dewasa dan anak-anak untuk mengatasi bronkospasme akut, termasuk yang diakibatkan oleh anafilaksis, obat ini juga tersedia dalam bentuk inhalasi. Karena efinefrin dikaitkan dengan efek simpatomimetik sistemik, obat ini bukan merupakan obat pilihan pada pasien yang mengalami gangguan jantung. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : agonis adrenergik menyebabkan bronkodilatasi (reseptor β2), vasokontriksi (α1) dan menurunkan sekresi (α1), dengan indikasnya digunakan sebagai secara darurat untuk bronkokontriksi berat/ vasodilatasi (anafilaksis). (James. 2003 : 108)
Ø  Formoterol (foradil) adalah obat inhalasi untuk terapi rumatan asma dan pencegahan bronkospasme pada pasien yang berusia lebih dari 5 tahun dan memiliki penyakit jalan napas obstruktif reversibel, serta untuk pencegahan bronkospasme akibat olahraga pada pasien yang berusia lebih dari 12 tahun. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Ø  Isoetarin (Bronkosol dan lainnya) merupakan obat inhalasi yang digunakan untuk profilaksis dan pengobatan bronkospasme. Pedoman dosis bagi anak-anak masih belum ditetapkan. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan. (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Isoproterenol (Isuprel dan obat yang lain) digunakan untuk pengobatan bronkospasme selama anestesia dan berbagai obat inhalasi untuk pengobatan bronkospasme pada orang dewasa dan anak-anak, obat ini dikaitkan dengan lebih banyaknya efek samping jantung daripada obat-obatan yang lain. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : Agonis β1 dan β2 (vasodilatasi hebat), dengan indikasi digunakan sebagai secara darurat untuk bronkokontriksi berat/ vasodilatasi (anafilaksis). (James. 2003 : 108)
Interaksi Obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Levalbuterol (Xopenex) merupakan obat inhalasi yang berfungsi untuk mengobati dan mencegah bronkospasme pada pasien yang berusia lebih dari 6 tahun dan menderita penyakit paru obstruktif  reversibel. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Ø  Metaproterenol (Alupent) tersedia dalm bentuk obat oral atau inhalasi dan digunakan untuk pengobatan fan profilaksis kondisi bronkospasme pada pasien yang berusia lebih dari 6 tahun. (Amy M. Karch. 2010 : 844)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan. (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Pirbuterol (Maxair) merupakan obat inhalasi yang digunakan baik untuk pengobatan maupun profilaksis bronkospasme pada pasien yang berusia lebihbdari 12 tahun. . (Amy M. Karch. 2010 : 845)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan. (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Salmeterol (Serevent) merupakan obat inhalasi yang terbukti berhasil untuk mencegah asma akibat olaharaga dan sebagai obat profilaksis bronkospasme pada pasien tertentu yang berusia lebih dari 4 tahun
Ø  Terbutalain (Brethaire dan obat lain) dapat digunakan secara oral, parenteral dan inhalasi, baik sebagai profilaksis maupun sebagai pengobatan bronkospasme pada pasien yang berusia labih dari 12 tahun. (Amy M. Karch. 2010 : 845)
Mekanisme kerja : agonis reseptor adrenergik β2- menyebabkan bronkodilatasi dengan indikasi : sebagai obat pilihan untuk terapi gejala-gejala asma yang diinduksi oleh latihan. (James. 2003 : 108)
Interaksi obat : penghambat MAO, antidepresan trisiklik dan simpatomimetik lain menguatkan efek simpatomimetik, dapat menginduksi toksisitas, bloker β menghambat aktivitas. (James. 2003 : 109)
Ø  Bronkodilator/Antiasmatikus
Bronkodilator, merupakan obat yang digunakan untuk mendilatasi jalan nafas. Obat ini bermanfaat untuk meredakam gejala atau mencegah asma bronkial dan bronkospasme yang terkait PPOK. (Amy M. Karch. 2010 : 840)
·         Xantin
Termasuk kafein dan teofilin, berasal dari berbagai macam sumber alami. Obat ini dahulu merupakan obat pilihan untuk mengatasu asma dan bronkospasme. Namun, obat ini memiliki batas aman yang relatif sempit, dan berinteraksi dengan berbagai macam obat lainnya.  Oleh karena itu, obat ini tidak lagi menjadi bronkodilator utama. Xantin yang digunakan untuk mengatasi penyakit saluran pernafasan adalah aminofilin (Truphyilline), kafein (caffedrine), difilin (Dilor), okstrilifin (Choledyl-SA), dan teofilin (Slo-bid, The-Dur). (Amy M. Karch. 2010 : 840- 841)
Meningkatkan CAMP dan menghambat bronkokontriksi yang diinduksi oleh adenosin. Teofilin oral digunakan untuk penatalaksanaan pasien asma rawat jalan. Bolus aminofilin intravena, yaitu garam teofilin yang larut dalam air, membuat kadar serum terapeutik yang lebih cepat daripada teofilin oral. Karenanya aminofilin digunakan dalam penatalaksanaan akut. (James. 2003 : 109)
Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
      Xantin memiliki efek langsung pada otot polos disaluran pernafasan, baik pada bronkus maupun pada pembuluh darah. Satu teori menyatakan bahwa xantin bekerja dengan cara memengaruhi langsung pergerakan kalsium didalm sel. Hal tersebut dilakukan dengan cara menstimulasi dua prostaglandin, sehingga menyebabkan relaksasi otot polos. Efek relaksasi otot polos menigkatkan kapasitas vital yang telah mengalami kerusakan akibat adanya bronkospasme atau terperangkapnya udara. Xantin juga menghambat pelepasan zat anafilaksis kerja lambat (SRSA) dan histamin, yang mengurangi pembengkakan dan penyempitan bronkus akibat kerja dari kedua zat kimia ini. (Amy M. Karch. 2010 : 841)
      Xantin diindikasi untuk meredakan gejala atau mencegah asma bronkial dan mengatasi bronkospasme yang terkait dengan PPOK. Penggunaan off-label meliputi stimulais pernapasan pada pernapasan Cheyne-Stokes dan pengobatan apnea serta bradikardia pada bayi prematur. (Amy M. Karch. 2010 : 841)
·         Teofilin (mis, Theo- Dur)
Mekanisme : bekerja pada otot polos jalan napas (bronkiolus) dan pembuluh dara paru, mempengaruhi siklus AMP sehingga terjadi dilatasi otot polos. (dr, Theodorus. 1996 : 268)


Ø  Bronkodilator AntiKolinergik
Pasien yang tidak dapat menoleransi efek simpatis dari obat simpatomimetik dan berespon terhadap obat antikolinergik ipratropium. Obat ini selektif obat simpatomimetik, tetapi obat ini meredakan beberapa gejala pada pasien yang tidak menolerasi obat lain. (Amy M. Karch. 2010 : 849)
Cara kerja dan indikasi teraupeutik
        Obat anti kolinergik digunakan sebagai bronkodilator karena efek obat ini pada saraf vagus, yang menghambat neutransmitter asetilkolin ditempat reseptor vagal. Pada keadaan normal, stimulasi vagal akan menghasilkan efek stimulasi pada otot polos, menyebabkan kontraksi. Dengan menghambat efek vagal, relaksasi otot polos bronkus terjadi, yang mengakibatkan bronkodilatasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi rumatan pasien PPOK, termasuk kondisi bronkospasme dan emfisiema. (Amy M. Karch. 2010 : 849)
         Menghambat bronkokonstriksi yang disebabkan oleh transmisi parasimpatis. Ipatrium bromida merupakan obat pilihan untuk pengobatan PPOM non asmatik pada orang dewasa dan merupakan obat sekunder untuk pengobatan asma. (James. 2003 : 109)
a.       Ipratropium (Atrovent)
Mekanisme kerja : Antagonis muskarinik, memulihkan bronkokontriksi yang diinduksi asetilkolin
Indikasi : Bronkospasme yang menyertai PPOM pada orang dewasa
Interaksi Obat : Efek aditif dengan agonis adrenergik
                                                                                    (James. 2003 : 110)
b.      Atropin
Mekanisme kerja : Antagonis muskarinik, memulihkan bronkokontriksi yang diinduksi asetilkolin
Indikasi : Hanya bronkodilatasi pada keadaan darurat
Interaksi Obat : Efek aditif dengan agonis adrenergik
                                                                                    (James. 2003 : 110)

Ø  Antagonis Reseptor Leukotrien
      Kelas obat terbaru, antagonis reseptor leukotrien, dikembangkan untuk dapat bekerja lebih spesifik pada area masalah yang dikaitkan asma. Zarfilukas (Accolate) merupakan obat pertama dalam kelas ini yang dikembangkan. Montelukas (Singulair) dan Zileutin (Zyflo) merupakan obat lain yang saat ini tersedia dalam kelas obat ini. (Amy M. Karch. 2010 : 854)
Cara kerja dan indikasi terapeutik
      Antagonis reseptor leukotrien secara selektif dan secara kompetitif menghambat (Zafirlukas, montelukas) atau bertindak sebagai anatagonis (Zileuton) reseptor untuk produksi leukotrien D4 dan E4, komponen SRSA. Hasilnya, obat-obatan ini menghambat setiap tanda dan gejala asma, seperti terjadinya migrasi neutrofil dan eosinofil, agregasi neutrofil dan monosit, adhesi leukosit, peningkatan permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos. Faktor ini berperan dalam respon inflamasi, edema, sekresi mukus, dan bronkokontriksi yang terlihat pada pasien asma. Antagonis reseptor leukotrien diindikasikan untuk profilalaksis dan pengobatan kronis asma bronkial yang terjadi pada orang dewasa dan pasien yang berkurang dari 12 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pengobatan serangan asma akut. (Amy M. Karch. 2010 : 854)
a.       Zafirlukast (Accolate)
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
Zat antileukitrien ini melindungi terhadap bronchontriksi dan peradangan yang ditimbulkan oleh berbagai stimulasi seperti mengeluarkan tenaga, hawa, dingin berbagai alergen dan PAF. Khasiat ini berdasarkan pengikatan pada reseptor leukotrien tertentus, sehingga daya kerja leukotrien LTC4, LTD4, dan LTE4, dihindarkan, digunakan untuk pemeliharaan asma bila ICS dan β2-mimetika tidak atau kurang efektif. (Tan, Hoan. 2008 : 654)
b.      Montelukast (Singulair)
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
LT-Reseptorblocker selektif dengan efek bronchodilatasi ini memberikan efek dalam waktu 2 jam. Berkhasiat menghambat reaksi alergis, baik yang dini maupun yang lambat, juga menurunkan jumlah eosinofil dalam darah (seperti kortikoida). Digunakan sebagai terapi kombinasi dengan obat asma lainnya, juga untuk prevensi serangan asma setelah kegiatan yang meletihkan. (Tan, Hoan. 2008 : 654)

Ø  Surfaktan Paru
      Surfkatan paru merupakan senyawa atau lipoprotein alami yang mengandung lipid atau apoprotein yang menurunkan tegangan permukaan dalam alveolus, memungkinkan ekspansi alveolus untuk pertukaran gas. Empat surfaktan paru yang saat ini tersedia adalah beraktan (Survanta), Kalfaktan (infasurf), kolfoseril (Exosur Neonatal), dan obat-obatan terbaru, Poraktan (Curosurf). Poraktan sedang diuji – coba untuk mengobati RDS pada pasien dewasa dan orang dewasa yang nyaris tenggelam. (Amy M. Karch. 2010 : 855)
Cara kerja obat dan indikasi Terapeutik
            Obat ini digunakan untuk mengganti surfaktan yang hilang dalam paru-paru neonatus RDS. Obat ini diindikasikan untuk terapi bayi yang mengalami RDS selain itu, obat ini juga digunakan untuk pengobatan profilaksis pada bayi yang beresiko tinggi mengalami RDS- bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1350 g dan lebih dari 1350 g yang terbukti mengalami imaturitas pernapasan. (Amy M. Karch. 2010 : 855)

Ø  Stabilisator Sel Mast
Dua obat yang sering digunakan untuk mengatasi asma dan alergi adalah kromolin (Intal) dan nedokromil (Tilade). Obat-obat ini mencegah pelepasan zat inflamasi untuk melepaskan semua zat-zat itu karena adanya iritasi atau antigen. (Amy M. Karch. 2010 : 856)
Cara kerja obat dan indikasi terpeutik
Kromolin bekerja ditingkat selular untuk menghambat pelepasan histamin (dilepaskan dari sel mast sebagai respons terhadap inflamasi atau iritasi) dan menghambat pelepasan SRSA. Dengan menghambat mediator kimai reaksi imun ini, kromolin mencegah respons asma alergi ketika saluran napas terpajan dengan alergen yang mengganggu. Obat ini diinhalasi dari kapsul dan tidak mencapai efek puncaknya dalam 1 minggu. Obat ini direkomendasi untuk pengobatan asma bronkial kronis, asma akibat olahraga, dan rinitis alergi. (Amy M. Karch. 2010 : 856)
     Nedokromil menghambat mediator berbagai macam inflamasi, termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, dan sel mast. Dengan cara menghambat efek tersebut, nedokromil dapat mengurangi pelepasan histamin dan menghambat keseluruhan respons inflamasi. Obat ini diindikasikan untuk penatalaksanaan pasien berusia lebih dari 12 tahun yang mengalami asma bronkial ringan sampai sedang. Obat ini harus digunakan secara kontinu untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan seringkali digunakan secara bersamaan dengan kortikostreoid. (Amy M. Karch. 2010 : 856)
Ø  Kortikosteroid 
Steroid inhalasi sangat efektif untuk mengatasi bronkospasme. Obat yang disetujui untuk indikasi ini adalah Beklometason (Beclovent), budesonid (Pulmicort), Flunisolid (AeroBid), tikatson (Flovent), dan triamnisolon (Azmacort). (Amy M. Karch. 2010 : 852)
Cara kerja obat dan indikasi terpeutik
            Streoid inhalasi benrfungsi untuk respons inflamasi dijalan napas. Pada jalan napas yang mengalami pembengkakan dan penyempitan akibat adanya respons infalamasi dan pembengkakan, kerja obat ini akan meningkatkan aliran udara dan memfasilitasi pernapasan. Menginhalasi steroid cenderung menurunkan sejumlah besar efek sistemik yang dikaitkan dengan penggunaan steroid.  (Amy M. Karch. 2010 : 856)
            Obat ini digunakan untuk pencegahan dan pengobatan asma, untuk mengobati asma bronkial kronis yang tergantung dengan steroid, dan sebagai terapi tambahan pada pasien yang tidak dapat mengontrol asma dengan bronkodilator tradisional. (Amy M. Karch. 2010 : 852)
            Mekanisme kerja kortikosteroid telah digunakan untuk pengobatan asma sejak 1950 an dan diduga bekerja dengan efektivitas anti inflamasi mereka yang luas, sebagian terjadi karena hambatan produksi cytokine inflamatori. Obat-obat tersebut tidak dapat mengadakan relaksasi otot polos jalan napas scara langsung tetapi dengan mengurangi reaktivitas bronkial, meningkatkan kaliber jalan napas, dan mengurangi frekuensi eksaserbasi asma jika digunakan secara teratur. Efeknya pada obstruksi jalan napas diduga, sebagian, karena mengadakan potensiasi pada efek agonis reseptor- β. Namun demikian, efek terpenting mereka adalah kemampuan menghambat limfositik, infalamasi mukosa jalan napas yang eosinofil pada asma. (Betram G. 2001 : 599)
            Kortikostreoid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal. Daya anti radang ini berdasarkan blokade enxim fosolipase-A2, sehingga pembentukan mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arachidonat tidak terjadi. Lagi pula pelepasan asam ini oleh mastcells juga dirintangi. Singkatnya kortokosteroid menghambat mekanisme kegiatan alergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β mimetika diperkuat. (Tan, Hoan. 2008 : 647)
            Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus, selain juga pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Pada reaksi alergi lambat juga efektif. Untuk mengurangi hiperreaktivitad bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau  peroral. Dalam kasus gawat dan status asthamaticus (kejang bronchi), obat ini diberikan secara infus, kemudian disusul dengan pemberian oral. (Tan, Hoan. 2008 : 647)
Sediaan : Hidrokortison, prednisolon(Delta-Cortef), deksametason (Decadron), triamnisolon (Kenacort, Azmacort), flunisolid(Aerobid) , beklometason (Beclovent)
Mekanisme kerja : menurunkan peradangan dan edema dalam saluran pernapasan. Meningkatkan aktivitas simpatomimetik pada keadaan hipoksia dan asidosis. (James. 2003 : 110)
Indikasi : asma yang tidak dapat dikendalikan oleh simpatomimetik (bronkodilator) saja. (James. 2003 : 110)

Ø  Mukolitika dan eskspektoransia : asetil, karbosistein, mesna, bromheksin, ambroxol, kaliumiodida, dan amonium klorida
Semua obat ini mengurangi kekentalan dahak, mukolitika dengan merombak mukoproteinnya dan ekspektoransia dengan menngencerkan dahak, sehingga pengeluarannya dipermudah. Obat ini dapat meringankan perasaan sesak napas dan terutama berguna pada serangan asma hebat yang dapat mematikan bila sumbatan lendir sedemikian kental tidak dapat dikeluarkan. (Tan, Hoan. 2008 : 647)

Ø  Antihistaminika  : ketotifen, oksatomida
Obat-obat ini memblokir reseptor histamin (H1-reseptor bloker) dan dengan demikian mencegah efek bronchokonstriksinya. Anti histaminika sangat efektif terhadap sejumlah gejala rhinitis allergica, urticaria, kepekaan terhadap obat-obat, pruritus dan gigitan/sengatan serangga. Namun, efeknya pada asma umumnya terbatas dan kurang memuaskan, karena antihistaminikabtidak melawan efek bronchontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mastcells. (Tan, Hoan. 2008 : 647)
o   Ketotifen (Zaditen), untuk memblokir reseptor histamin, , juga berdaya menstabilisasi mast cells. Zat ini sama efektifnya dengan kromoglikat pada profilaksis asma yang bersifat alergi. (Tan, Hoan. 2008 : 653)
o   Oksatomida (Tinset), berkhasiat memblokir reseptor histamin, serotonin dan leukotrien di otot, juga menstabilisasi mast cells. Dianjurkan sebagai obat pemeliharaan dan pencegah asma alergis, rhinitis alergis, dan urticaria kronis. (Tan, Hoan. 2008 : 653)


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta: Depkes RI.
Karch, Amy M. 2010. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta : EGC
Katzung, Betram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika Olson, James. 2003. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta : EGC
Thodorus, dr. 1996. Penunutun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC
Tjay, Tan Hoan. 2008. Obat- Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media Komputindo